Friday, October 21, 2011

Safety for Workers of Coal Underground Mining

image

Batubara tersebar hampir di merata tempat dimuka bumi ini. Batu bara merupakan fosil yang terbentuk dari tumbuhan pakis yang hidup berjuta tahun silam, dan termasuk salah satu jenis sumber energi yang tidak terbarukan dan telah diekplorasi sejak revolusi industri di Inggris dan Prancis.

Ekstraksi batubara dari perut bumi dilakukan dengan beragam cara, yang paling populer adalah tambang batubara permukaan dengan resiko yang diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan pertambangan batubara bawah tanah. Tambang batubara permukaan menggunakan teknologi blasting atau peledakan untuk mengangkat batubara dari dalam perut bumi, sedangkan tambang batubara bawah tanah membawa semua peralatan, manusia ke dalam perut bumi untuk melakukan pengektraksian batubara.

Tambang bawah tanah memiliki berbagai macam resiko yang mengancam keselamatan para pekerjanya. Beragam hal dapat terjadi sehingga keselamatan para penambang membutuhkan perhatian lebih lanjut seperti pengaliran udara segar, terjadinya penumpukan gas metana, pengaliran air untuk ekstraksi, elektrikal untuk penerangan dan lainnya hingga lorong yang merupakan wilayah kerja ekstraksi batubara harus ditangani secara baik, benar, kuat dan memerlukan pemeliharaan (maintanance) yang menyeluruh sehingga dapat menaklukkan alam untuk kemaslahatan para pekerja, pemilik tambang dan pemerintah pada umumnya.

image

image

Permasalahan Umum Permasalahn Batu Bara

Dalam tambang batubara, ledakan dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi bakar spontan atau swabakar atau spontaneous combustion yang dipicu oleh gas yang mudah terbakar yang secara alami terdapat dalam tambang akibat proses ekstraksi batubara, konsentrasi gas metana yang melebihi ambang batas (0,25% dari kandungan udara yang terhisap) serta debu batubara berupa partikulat yang dapat mengganggu transportasi baik itu transportasi penambang maupun alat berat.

Reaksi bakar spontan ini lebih disebabkan oleh terjadinya proses oksidasi batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi secara perlahan, sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas batubara adalah ¼ dari konduktivitas panas batuan, maka panas oksidasi sulit berpindah ke batuan sekitarnya sehingga akan terus terakumulasi didalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi baik, maka panas ini dapat diturunkan, tapi jika hal ini tidak terjadi maka suhu terus meningkat akan mendekati titik nyala yang mengakibatkan terjadinya kebakaran.

Hal lain juga disebabkan oleh terakumulasinya gas metana lebih dari 0.25% pada udara tambang. Gas metana adalah gas yang secara alami terdapat didalam tambang akibat proses ekstraksi batubara bila konsentrasi gas metana yang terakumulasi pada lorong tambang bawah tanah ini mencapai 0.25% maka gas ini dapat dengan mudah terbakar bahkan dengan dipicu percikan logam sekalipun. Hal ini menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja berupa ledakan di tambang batubara bawah tanah di Sijunjung, Sumatera Barat 16 Juni 2009.

Untuk mengantisipasi hal ini, hal utama yang diperlukan adalah pengelolaan dan pengaturan serta pembuatan saluran udara atau ventilasi udara yang memenuhi ketentuan yang berlaku. Di Indonesia ketentuan itu telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 mengenai Keselamatan dan Kesehatan Pertambangan Umum. Ventilasi yang baik dapat membantu para penambang untuk dapat bernafas lebih baik, memperkecil konsentrasi gas metana, dan gas berbahaya lainnya serta dapat membantu mengisolasi keberadaan gas-gas berbahaya tersebut di atas . Hal ini juga disebutkan oleh MSHA (Mine Safety Health Administration) bahwa untuk mengatasi hal ini sistem pengaliran udara (ventilasi) harus baik untuk meminimalisasi ledakan. Berikut ini adalah contoh diagram untuk sistem ventilasi yang baik pada kedalaman 100 feet.

image

Udara segar harus disupply untuk semua area tambang bawah tanah dalam jumlah yang cukup untuk mencegah bahaya dari akumulasi debu, asap, uap atau gas dengan aliran paling sedikit 5,7 m3 udara segar per menit. Aliran udara ditingkatkan menjadi 9.15 m3/menit bila proses penambangan terjadi. Setelah jam operasi berhenti, sistem ventilasi harus dapat mengeluarkan asap dan semua partikel ke dalam atmosfer sebelum penambangan dimulai kembali. Sistem udara ini harus di cek setiap 3 bulan sekali. Udara harus selalu dimonitor untuk mengetahui apakah udara yang ada di dalam tambang itu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Pengujian ini dilakukan sesering mungkin untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Hal lain yang harus diperhatikan pada agar mencegah terjadinya ledakan yang tidak diinginkan adalah mendirikan bunker atau refugee chamber yang dapat menampung para penambang selama beberapa jam hingga hari tergantung ruangnya.

Emergency Escape System

  • Early Warning; dapat berupa sensor yang mendeteksi gas berbahaya seperti CO dan CH4 yang dapat memberikan informasi konsentrasi gas tersebut dan terhubungkan dengan alarm yang dapat memberikan informasi dan ruang control.
  • Self Rescue Apparatus; Alat penyelamat diri telah semakin banyak dijual dipasaran, hal ini dapat berupa tabung oksigen, google (kaca mata anti debu), helm berlampu dan lainnya. Standar umum untuk alat penyelamat diri ini harus memenuhi EN-401 (BS/199
  • Comunication ; harus selalu terjaga untuk mengetahui keadaan didalam tambang. Komunikasi dapat dilakukan melalui radio, telepon, dan lainnya. Komunikasi yang lancar dapat mempermudah proses evakuasi dan proses penberitahuan serta deteksi dini sehigga penambang dapat mengevakuasi diri lebih awa
  • Guidance system; untuk membantu para penambang menemukan jalur penyelamatan diri. Harus mudah untuk dilihat dan dimengerti dikarenakan berkurangnya jarak pandang akibat ledakan.
  • Escapeways /lifelines; Jalur penyelamatan sebaiknya berupa jalur udara segar yang terlindung dan terpisah dari asap, partikulat berbahaya dan gas-gas mudah terbakar.
  • Changeover station; tempat dimana para penambang dapat mengganti pakaian kerjanya dengan alat penyelamat diri dengan asumsi bahwa semua tempat di pertambangan menjadi tempat yang sulit untuk benafas. Tempat ini harus terlindung dan tidak mendapatkan efek dari ledakan.
  • Refugee Chamber adalah suatu tempat sementara yang dapat menampung para penambang bila terjadi kebocoran gas ataupun ledakan yang dilengkapi oleh sarana pendukung seperti udara dan alat komunikasi serta makanan dan minuman secukupnya sampai tim penyelamat dapat menjemput mereka.
  • Training of personnel Semua alat penyelamatan diri, alat komunikasi, chamber dan sistem penyelamatan diri yang ada tidak akan memberikan hasil yang baik jika para personel atau penambang dan para penyelamat tidak mendapatkan latihan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Itu sebabnya pelatihan diperlukan untuk menimbulkan “awareness” dari tiap personel bagaimana tata cara dan hal-hal yang perlu dilakukan jika terjadi bencana.
  • Safety Management Plan for Evacuation; Semua hal yang telah disebutkan diatas harus dimasukkan kedalam rencana keselamatan dan evakusi pekerja. Management harus melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan pelatihan, menyediakan peralatan utama dan pendukung bagi kegiatan evakuasi dan keselamatan pekerja untuk mengurangi jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dan itu sudah termasuk kedalam peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan.

2 comments:

Ardhymanto Am Tanjung said...

Artikel yang bagus, Kerja dimana Kak?

Hanifadinna said...

saya nggak kerja di mining, ini materi kuliah aja. hehehe...blognya bagus dek