The Condition in Nowadays
Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera, dimana 70% diantaranya terletak di pulau Jawa. Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua, 44% berusia antara 10-70 tahun dan 25% sudah berusia 70-137 tahun,
Di Pulau Jawa sendiri hingga saat ini terdapat tiga lintas pelayanan utama, yaitu: Jakarta-Bandung, Jakarta-Semarang-Surabaya (disebut lintas utara), dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut lintas selatan). Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah satu sama lain yakni: sub-jaringan Sumatera bagian Utara, sub-jaringan Sumatera bagian Barat, dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan.
Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan swasta Belanda. Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api). Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan nama dan status, yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963, PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971, PERUMKA (Perusahaan Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991, dan terakhir pada bulan Juni tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero).
Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia, baik untuk angkutan barang ataupun penumpang. Namun demikian, di Indonesia peran kereta api masih sangat marginal. Dari sisi market share angkutan antar modal, saat ini share kereta api untuk angkutan penumpang hanya sebesar 7.3% dan angkutan barang lebih kurang 0.6%. Dalam tahun 2005, KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 147,9 juta orang dan mengangkut barang sebanyak 17,3 juta ton.
Bagaimanapun perkeretaapian di Indonesia masih harus dikembangkan di masa-masa mendatang. Hal ini karena cukup tingginya korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi akibat kecelakaan KA telah menyebabkan citra pelayanan dan majemen perkeretaapian menurun. Kinerja keselamatan semakin menjadi tuntutan dan perhatian sehingga perlu segera ditingkatkan. Penyebab tingginya kecelakaan kereta api merupakan akumulasi dari banyak masalah regulasi, manajemen, kondisi prasarana & sarana, SDM, dan lain-lain.
Tragedi tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan luka berat 300 orang, merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah dilakukan, antara lain dengan melakukan modernisasi persinyalan, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Dalam periode delapan tahun terakhir telah terjadi 64 kali kecelakaan akibat tabrakan KA vs KA, atau dalam satu tahun rata-rata terjadi 8 kali kecelakaan. Berdasarkan hasil investigasi diperoleh informasi yang cukup mengejutkan, sebanyak 51 kali kasus tabrakan atau 80% dari total kecelakaan adalah akibat faktor manusia, hanya 20% yang disebabkan oleh masalah teknis. Mayoritas penyebab kecelakaan adalah akibat oleh faktor manusia, antara lain pelanggaran sinyal (PSAD - Passed Signal at Danger).
Strategi Menekan Angka Kecelakaan oleh PT KAI
1. Melalui Reglemen & Prosedur Perkeretaapian
Dalam rangka menekan angka kecelakaan kereta api, perusahaan telah menempatkan masalah faktor keselamatan KA pada prioritas tertinggi, dengan menetapkan program peningkatan keselamatan melalui empat strategi sebagai berikut:
(1) Mengurangi frekuensi kecelakaan KA dengan mempertahankan kualitas prasarana dan sarana, serta kualitas SDM terkait.
(2) Penertiban penumpang di atas atap KA melalui law enforcement dan sterilisasi stasiun
(3) Penerapan No Go Item secara tegas.
(4) Sosialisasi budaya keselamatan.
2. Komunikasi dan Koordinasi
3. Menetapkan otoritas berkaitan dengan beroperasinya lokomotif tanpa dilengkapi radio lok yang berfungsi baik, ditugaskannya petugas yang belum pernah mendapat training dan surat tanda kecakapan, tidak dipasangnya placard-placard limitasi pengoperasian lokomotif dan track.
No comments:
Post a Comment